
SINJAI, lintasnews7– Ketua DPRD Kabupaten Sinjai, A. Jusman dari Partai NasDem, menuai kontroversi usai pernyataannya dalam rapat kerja bersama Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sinjai dianggap mengandung unsur intimidasi terhadap media.
Informasi yang beredar luas menyebutkan bahwa A. Jusman meminta Kepala Dinas Kominfo Sinjai untuk menghentikan kerja sama dengan media yang dinilai tidak menguntungkan atau tidak berpihak pada DPRD.
Berdasarkan keterangan sejumlah sumber yang hadir dalam rapat tersebut, suasana sempat memanas saat A. Jusman mengeluarkan pernyataan bernada tinggi kepada Kepala Dinas Kominfo. “Yang pro ke kita saja. Kalau tidak, cabut saja. Biar kita baku lawan, tidak apa-apa,” ujar Jusman seperti dikutip dari penuturan peserta rapat.
Pernyataan tersebut langsung memicu respons keras dari berbagai kalangan, termasuk Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Sulawesi Selatan, Zulkifli Thahir. Ia mengecam sikap Ketua DPRD Sinjai itu sebagai bentuk arogansi kekuasaan dan upaya membungkam kebebasan pers.
“Sebagai pejabat publik, seorang Ketua DPRD seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan menghormati peran media sebagai pilar keempat demokrasi. Pernyataan bernada ancaman seperti itu sangat tidak pantas dan mencederai citra lembaga DPRD serta pemerintah daerah,” tegas Zulkifli, Rabu (7/5/2025).
Zulkifli menambahkan bahwa jika pernyataan A. Jusman tidak diklarifikasi atau dicabut secara terbuka, maka yang bersangkutan berpotensi melanggar Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Jika terbukti menghambat kerja jurnalistik, ancaman hukumnya adalah pidana dua tahun penjara atau denda hingga Rp500 juta. Maka marilah kita saling menghargai profesi dan mengedepankan komunikasi yang baik,” tambahnya.
Kepala Dinas Kominfo Sinjai, Dr. Mansyur, membenarkan adanya permintaan tersebut. Ia menyampaikan bahwa dalam rapat, A. Jusman meminta agar media yang dinilai tidak sejalan dengan DPRD ditinjau ulang kerjasamanya.
“Tolong ditinjau itu Pak Kadis, media-media yang kerja sama dengan Kominfo tapi tidak bisa diajak kerja sama dengan baik. Kalau tidak bisa dikendalikan, saya tidak segan-segan mencoret anggarannya,” ujar Dr. Mansyur menirukan ucapan Jusman.
Menanggapi polemik tersebut, A. Jusman memberikan klarifikasi. Ia membantah telah mengeluarkan pernyataan bernada ancaman. Menurutnya, maksud dari ucapannya adalah agar tidak ada kerja sama media jika pemberitaan yang dimuat tidak mencerminkan program atau kinerja DPRD secara adil.
“Bukan maksud mengancam. Saya hanya mengatakan lebih baik tidak ada media yang dikontrak kalau hanya memuat berita tertentu. Saya kira anggaran media itu masih ada di DPRD, tapi ternyata hanya berupa iklan dan tidak ada pos khusus,” jelasnya.
Meski telah memberikan bantahan, pernyataan A. Jusman dinilai belum sepenuhnya meredakan kegelisahan di kalangan jurnalis dan pegiat kebebasan pers. Insiden ini dinilai mencoreng citra DPRD Sinjai dan mengancam independensi media di daerah yang dikenal sebagai Bumi Panrita Kitta.
Kasus ini pun menjadi sorotan publik dan menimbulkan perdebatan mengenai batas-batas etika kekuasaan serta pentingnya menjaga ruang kebebasan pers dalam sistem demokrasi. Masyarakat kini menantikan klarifikasi lebih lanjut dan langkah konkret dari pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa kebebasan pers di Sinjai tetap terlindungi dari intervensi politik.