
SIDRAP, lintasnews7— Praktik rentenir ilegal kembali menyulut kegelisahan di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan. Kali ini, seorang perempuan muda bernama Risnatiawaty (25) nekat melawan. Ia resmi melaporkan balik rentenir yang selama ini mencekiknya secara finansial ke Polres Sidrap, Jumat (23/05/2025), dengan nomor laporan STPL/310/V/2025/SPKT.
Terlapor, Hj. Ida (50), disebutkan memberikan pinjaman uang pada Mei 2024 dengan bunga sangat tinggi. Setahun berselang, Risnatiawaty dipaksa mengembalikan utang senilai Rp131 juta—jumlah yang jauh melebihi pokok pinjaman.
“Bunga pinjamannya seperti tak punya batas waktu, terus berkembang. Padahal pokoknya sudah lunas sejak tahun lalu,” ujar Risnatiawaty.
Modus yang digunakan rentenir ini umum: menawarkan pinjaman tanpa agunan, proses cepat, dan administrasi ringan. Tapi di balik kemudahan itu, korban harus menanggung beban bunga mencekik dan tekanan psikologis dari penagih.
Risnatiawaty mengungkapkan, dari pinjaman Rp10 juta, uang yang diterima hanya Rp8 juta setelah dipotong biaya administrasi. Namun, ia dipaksa mengembalikan hampir dua kali lipat dalam waktu singkat. “Kami seakan dijerat dalam perangkap utang yang tak pernah berujung,” keluhnya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa praktik rentenir berkedok bantuan cepat terus menjamur di tengah masyarakat Sidrap—menyasar kelompok rentan yang tengah mengalami krisis ekonomi.
Ironisnya, para pelaku beroperasi di luar kerangka hukum dan tanpa izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Padahal Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dengan tegas menyebut bahwa aktivitas keuangan harus berada di bawah pengawasan otoritas resmi.
Masyarakat mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum agar tak tinggal diam. Penindakan hukum terhadap rentenir liar dan edukasi keuangan kepada warga dinilai mendesak, demi memutus rantai ketergantungan pada utang ilegal yang kian memiskinkan.
“Kami ingin keadilan. Bukan hanya untuk saya, tapi untuk semua warga kecil yang terjerat utang tanpa akhir,” tutup Risnatiawaty, suaranya bergetar menahan emosi.
Kejadian ini mencerminkan potret getir kehidupan ekonomi masyarakat bawah yang kerap dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab. Kasus Risnatiawaty bisa menjadi momentum perlawanan terhadap praktik rentenir ilegal yang selama ini seolah kebal hukum. (*)