
Vonis ini, lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya hanya menuntut 9 tahun.
Tak terima, Andika sempat mengajukan banding. Tapi harapannya pupus. Pengadilan Tinggi Sulsel, justru memperkuat putusan PN Sidrap.
Kini, ia hanya punya dua pilihan; kasasi ke Mahkamah Agung, atau menerima nasibnya di balik jeruji. Waktu 14 hari kini menghitung mundur.
Jaksa Penuntut Umum (JPU, Juanda Maulud Akbar., S.H disela-sela acara pemusnahan barang bukti, di Kejari Sidrap, Selasa, 27 Mei 2025, mengatakan, putusan itu dijatuhkan setelah hakim menyatakan Andika terbukti melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Meskipun usianya masih di bawah umur, niatnya dinilai kuat dan jelas.
Peristiwa berdarah itu terjadi di bulan Ramadhan, di Kelurahan Rijang Pittu, Kecamatan Maritengngae. Korbannya: Muh Irwan Ghazali alias Wawan (40), bos grup musik gambus Al-Ghazali, yang dikenal luas di Sidrap.
Motifnya sederhana: uang. Hak upah kerja sebesar Rp2 juta. Yang diterima Andika hanya Rp500 ribu.
Sisanya ditagih berkali-kali, tapi tak kunjung dibayar. Emosi pun meledak. Malam itu, Andika datang ke rumah Wawan. Bersama sebilah senjata tajam.
Empat saksi dihadirkan di sidang, termasuk pemilik motor yang dipakai Andika menuju rumah korban. Mereka mengungkap gambaran utuh peristiwa itu — tentang janji yang tak ditepati, dan remaja yang merasa dihianati.
“Motifnya muncul karena terdakwa sudah berulang kali menagih haknya, tapi tidak digubris,” ungkap Kasi Pidum Kejari Sidrap, ujar Ridwan Syaputra, SH, beberapa waktu lalu.
Andika sempat menghilang selama 10 hari usai kejadian. Ia ditangkap di rumah neneknya di Enrekang.
Kini, irama gambus di Sidrap terasa sumbang. Satu kehilangan nyawa. Satu kehilangan masa depan. Dan masyarakat kehilangan rasa aman dari tragedi yang dipicu urusan sepele: gaji tak dibayar.
Di ruang pengadilan, semuanya selesai. Tapi di luar sana, luka masih membekas.(*)