
SIDRAP, LINTASNEWS7 — Polemik seputar kontrak penggunaan area kuliner di kawasan Monumen Ganggawa, Kabupaten Sidenreng Rappang, sempat menyita perhatian publik setelah sebuah unggahan viral di media sosial pada pekan ini.
Unggahan itu berasal dari seorang pedagang kuliner, Hj Suarty Muhammadiyah, yang menyuarakan keresahan sejumlah pelaku usaha terhadap skema kontrak dan biaya yang diberlakukan oleh pihak pengelola, Mogan Food Court.
Tak ingin polemik ini terus berkembang tanpa kejelasan, Andi Erwin, selaku pengelola Mogan Food Court, menggelar jumpa pers di Warkop Anju Pangkajene, Kamis (10/7/2025).
Di hadapan sejumlah awak media, ia menjelaskan secara rinci poin-poin yang menjadi sumber keluhan, serta membuka ruang untuk dialog dan perbaikan.
"Saya tegaskan bahwa kontrak tersebut belum bersifat final. Semuanya masih dalam tahap uji coba dan akan tetap dimusyawarahkan, serta dilaporkan ke Bapak Bupati," ujarnya.
Dalam klarifikasinya, Andi menyampaikan bahwa iuran Rp1 juta per bulan yang saat ini diberlakukan telah mencakup fasilitas lengkap: listrik, air, keamanan, hingga hiburan live music yang digelar empat kali dalam seminggu.
Menurutnya, skema ini dibuat untuk menjaga daya tarik kawasan kuliner pasca-penataan ulang Monumen Ganggawa.
“Live music itu salah satu strategi agar lokasi tidak sepi. Kalau ternyata perlu penyesuaian, tentu kami terbuka membicarakan ulang iurannya,” terang Andi, sembari menekankan bahwa skema tersebut masih dalam tahap evaluasi.
Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya telah menambahkan fasilitas keamanan seperti CCTV untuk menjamin kenyamanan pedagang.
Bahkan, apabila terjadi kehilangan barang, ia menyatakan siap bertanggung jawab sebagai bentuk komitmen pelayanan.
Mengenai tudingan intimidasi dan pungutan tidak wajar, Andi menyebut bahwa informasi tersebut belum sepenuhnya mencerminkan kondisi di lapangan.
Ia justru mengajak seluruh pelaku usaha untuk bersama-sama mencari solusi dan membenahi tata kelola agar kawasan kuliner ini tetap produktif dan bermanfaat untuk semua pihak.
Masih pada hari yang sama, tim media juga menemui Hj Suarty Muhammadiyah, pedagang kuliner yang sempat mengunggah keluhan di media sosial.
Di lokasi jualannya, Hj Suarty menjelaskan bahwa unggahan tersebut dibuat semata-mata karena ingin menyuarakan aspirasi dan kekhawatiran rekan-rekan seprofesi yang merasa belum sepenuhnya memahami isi kontrak.
"Kami bukan ingin memprovokasi, hanya berharap ada ruang musyawarah. Sebab, kami juga punya tanggungan operasional harian, jadi wajar jika ingin semuanya dibicarakan terbuka,” jelas Hj Suarty dengan nada santun.
Ia juga mengapresiasi langkah pengelola yang mau membuka komunikasi dan berharap ke depannya akan terbangun sinergi antara pengelola, pedagang, dan pemerintah daerah.
Polemik ini menunjukkan pentingnya transparansi, komunikasi dua arah, serta pendekatan yang humanis dalam tata kelola kawasan publik.
Semua pihak tampaknya memiliki semangat yang sama: menjadikan Monumen Ganggawa sebagai pusat kuliner dan ekonomi kreatif yang hidup, tertib, dan saling menguntungkan.
Baik pihak pengelola, pedagang kuliner, maupun Pemerintah Kabupaten Sidrap diharapkan bisa duduk bersama dalam semangat dialog, bukan konfrontasi. Sebab dalam ruang publik, tidak ada pihak yang harus kalah—yang ada hanyalah kerja sama dan keseimbangan.
Hingga berita ini diturunkan, situasi di lokasi terpantau kondusif dan aktivitas jual beli tetap berjalan seperti biasa. Semua pihak menantikan penyelesaian yang adil dan solutif dalam waktu dekat.(*)
Editor: Edy Basri