
Sidrap,lintasnews7 – Dua puluh lima menit terakhir itu seharusnya biasa-biasa saja. Namun di sebuah kamar sempit Wisma Grand Duapitue, Kecamatan Dua Pitue, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Jumat malam (5/9/2025), menit ke-25 justru menjadi awal sebuah tragedi.
Korban, Mona Kelana Putri (34), sudah sepakat dengan tamunya untuk sebuah pertemuan selama satu jam dengan imbalan Rp600 ribu. Namun, ketika waktu baru berjalan 25 menit, Mona meminta bayaran penuh.
Pelaku, Yunus alias Bampe (31), petani asal Kabupaten Wajo, menolak. Ia hanya ingin membayar Rp300 ribu, setengah dari kesepakatan. Perdebatan kecil itu berujung fatal.
Korban menggigit bahu pelaku saat lehernya dicekik. Gigitan itu menyulut emosi. Pelaku lalu mengeluarkan sebilah badik sepanjang sejengkal, menikam leher korban hingga darah memuncrat. Jeritan terhenti. Mona tewas di tempat.
Di luar kamar, Adnan, mantan suami korban yang belakangan kembali dekat, mendengar suara gaduh. Ia bergegas mengetuk pintu, tetapi terlambat. Saat pintu terbuka, Mona sudah tergeletak bersimbah darah.
Pelaku lari. Kamera pengawas (CCTV) hanya menangkap sosok bersinglet putih keluar tergesa, lalu menghilang menunggang sepeda motor. Tidak ada wajah. Tidak ada identitas.
Kasus ini sempat menimbulkan spekulasi di Sidrap. Ada yang menyebut persoalan asmara, ada yang menduga soal uang. Namun polisi memilih fokus bekerja.
Kapolres Sidrap, AKBP Dr Fantry Taherong, memimpin langsung penyelidikan. Ia tidak menunggu laporan di balik meja, melainkan turun bersama tim.
Kasat Reskrim AKP Setiawan Sunarto, Kanit Resmob IPDA Junaidi Khadafi, 15 anggota Resmob, 2 personel Polsek Dua Pitue, 4 anggota Intelkam, serta 4 Resmob dari Polres Wajo dilibatkan.
Mereka bekerja siang-malam. CCTV dianalisis berulang dengan teknik pattern recognition. Jejak motor tanpa pelat ditelusuri melalui vehicular movement analysis. Warga ditanyai, jalur ditutup, wilayah diperiksa.
Dalam dunia kriminal, metode ini dikenal sebagai scientific crime investigation (SCI)—ilmu yang percaya tidak ada kejahatan yang benar-benar sempurna.
Yunus bukan tanpa upaya. Ia mematikan semua akun media sosial, mengganti nomor ponsel, menghapus identitas diri, bahkan mempreteli motornya agar tak mudah dikenali. Badik yang digunakan pun dibersihkan dan dikubur.
Namun, Kapolres Fantry dikenal melek teknologi. Ia memahami bahwa dalam dunia digital, setiap klik, login, atau perpindahan sinyal meninggalkan residu data. Tinggal kesabaran membaca.
Hasilnya terbukti. Hanya dalam dua hari, polisi sudah mengetahui identitas pelaku. Empat hari pascakejadian, Yunus berhasil diamankan di Wajo.
Pelaku sempat menyerahkan diri setelah merasa terkepung. Ia juga tahu keluarganya telah dimintai keterangan, sehingga tidak ada lagi ruang untuk lari.
Di depan penyidik, Yunus mengakui seluruh perbuatannya. Ia menceritakan kronologi sejak perjanjian melalui aplikasi pesan, pertemuan di kamar, hingga cekcok soal bayaran yang berujung maut.
Polisi menjeratnya dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. Tidak menutup kemungkinan, penyidik juga mengembangkan ke arah Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman seumur hidup atau pidana mati.
“Semua bukti sedang kami lengkapi. Proses hukum akan berjalan sesuai aturan,” ujar Kapolres Fantry dalam konferensi pers, Jumat (12/9/2025).
Kecepatan pengungkapan kasus ini mendapat apresiasi luas. Kapolda Sulsel, Irjen Pol Rusdi Hartono, mengirimkan ucapan selamat sekaligus terima kasih kepada jajaran Polres Sidrap.
Bagi masyarakat Sidrap, rasa lega menjadi yang utama. Kasus yang semula penuh teka-teki—CCTV buram, jejak digital dihapus, motor dipreteli—akhirnya bisa dipecahkan dalam waktu singkat.
Kapolres Fantry sendiri menolak mengambil semua pujian. Ia menekankan kerja kolektif anggotanya, baik dari Resmob, Intelkam, Polsek Dua Pitue, maupun dukungan masyarakat.
Namun, publik tahu, arahan dan strategi selalu datang dari pucuk komando.
Kini Yunus mendekam di tahanan. Proses hukum menanti. Dan angka 25 itu akan selalu dikenang, bukan lagi sebagai menit tersisa untuk sebuah janji singkat, melainkan sebagai catatan kelam di Sidrap.(*)